Anesthetize oleh Porcupine Tree: paradox budaya populer dan “serius”

Anesthetize, track ketiga dari album studio ke-9 Porcupine Tree ini tidak bisa dianggap remeh dan hanya dijadikan musik latar belakang teman scrolling medsos. Sulit untuk menyebutnya sebagai “lagu” karena prinsip “lagu” di dalam konteks bentuk kearsitekturan musik jauh terlalu sederhana untuk karya berdurasi kurang lebih 18 menit ini. Untuk menghindari kebingungan terminologi, kita akan merujuknya sebagai “buah musik” dalam konteks komposisi dan “track” dalam konteks digitalisasi. 

Seperti pada umumnya band rock yang produktif, Porcupine Tree mulai membuat komposisi buah-buah musik untuk album ke-9 mereka ini ketika mengadakan tur pada tahun 2006. Album yang mereka namakan “Fear of a Blank Planet” ini dirilis pada tahun 2007. Gitaris dan vokalis band tersebut, Steven Wilson, mengakui bahwa album ini memiliki referensi langsung pada judul album yang sama “Fear of a Blank Planet” (1990) oleh kelompok musik hip hop Amerika, Public Enemy. Public Enemy membahas tentang problematika rasial. Sementara Porcupine Tree membicarakan kekhawatiran akan generasi muda yang akan hilang dan redup dikarenakan permasalahan mental, sosial, broken home, waktu pemaparan terhadap layar yang berlebihan (excessive screen time) dan penyalahgunaan narkotika yang membawa pada titik “kekosongan” mental dan spiritual. 

Lirik dan teks yang disusun di dalam buah musik ini dan buah musik lainnya dalam album ini mengetengahkan dua masalah perilaku-neuro yang mengganggu perkembangan remaja pada abad ke-21 seperti bipolar disorder, ADHD dan tendensi-tendensi perilaku remaja seperti escapism (sebuah bentuk pelarian secara mental). Permasalahan tersebut mayoritas dipacu oleh teknologi dan perasaan vacuity (kekosongan) – sebuah produk hasil overload informasi oleh media massa. Konteks masa pada masa itu adalah paruh akhir 2000an di Eropa dan Amerika Serikat. Media sosial belum berjamur seperti 2020an. Dari sebuah wawancara, Steven Wilson menyampaikan tentang seorang karakter anak kecil yang bosan, kisaran usia 10-15 tahun yang menghabiskan waktunnya seharian di dalam kamar bermain PlayStation, mendengarkan iPod, terpapar pornografi di internet serta menyerap berita dan kekerasan. 

Secara formasi band, Porcupine Tree masih berdiri sebagai formasi rock tradisional yang terdiri dari 4 instrumentasi: gitar + vokal, bas, keyboard dan drum. Anesthetize sendiri secara tunggal, jika dianalisis, terdiri dari tiga sub-bagian yang dijahit rapi menjadi satu kesatuan. Buah musik ini secara konsisten berdansa diatas kanvas C-minor selama 18 menit. Modulasi tidak dibutuhkan. Ciri musik rock masih terdengar disini. Namun, 18 menit (!), ini sebuah kejanggalan untuk skena musik rock. Bohemian Rhapsody oleh Queen yang penuh jungkir balik tonalitas berdurasi kurang lebih 6 menit saja sudah dianggap sangat panjang untuk para industrialis musik pada masanya. Lalu bagaimana Anesthetize untuk para penghuni rumah budaya musik rock? Barangkali jarang yang bisa headbang dan moshpit di dalam pertunjukan live buah musik ini karena ruang untuknya tidak cukup luas. Pendekatan terbaik dalam mendengarkan buah musik ini memang di dalam ruang yang cukup kecil dengan bantuan speaker atau headphone. Melalui headphone adalah pengalaman mendengarkan yang terbaik. Untuk mencerna pesan, menikmati dan menghafal struktur buah musik ini dibutuhkan playback berkali-kali. 

Kritik mengkategorikan Porcupine Tree di aliran progressive rock. Aliran ini terlalu luas untuk mengkategorikan buah musik Anesthetize. Buah musik ini, melalui rock, membawa pendengar untuk merefleksi dan berfikir secara serius sepanjang perjalanan 18 menit track ini. Serius (serious), sebuah kata yang pernah menjadi landasan untuk Thedor Adorno memisahkan antara musik klasik Barat dan musik populer. Andai saja Adorno sempat bersua dengan Porcupine Tree dan mendengarkan Anesthetize, kemungkinan akan menjadi bahasan yang menarik untuk disimak. 

Hadirnya album Fear of a Blank Planet, buah musik Anesthetize dan karya-karya lain oleh band lain mendorong dinding skena musik rock semakin luas. Khasanah musik populer tidak lagi sempit. Instrumentasi dan genre dari setiap musik hanya alat transportasi saja. Gerakan progressive rock yang sudah dipelopori oleh generasi sebelumnya seperti Pink Floyd memiliki kekuatan untuk berdiri di dua kaki: populer dan serius (merujuk teori Adorno). Kecerdasan Porcupine Tree dalam bersikap di dua kubu ini menjadi teladan yang baik bagi generasi baru yang berkecimpung di dalam dunia musik. Karena musik, kini, tidak bisa hanya berdiri di satu kubu “serius” yang idealis. Perut perlu terus diasupi gizi. Gizi tidak gratis. Namun, akal juga perlu dirawat. Perut yang penuh tapi akal kosong juga berbahaya seperti karakter anak kecil di dalam buah musik Anesthetize ini.

Selamat mendengarkan.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

Blog di WordPress.com.

%d blogger menyukai ini: